Pendapat sotoy tentang 1st Battle Night:
Beberapa beatboxer yang punya potensi lebih dalam berkembang:
-Abim dari Solo / Wonogiri:
Pelan tapi pasti skillnya
berkembang, namun terkadang masih ragu untuk memperlihatkan kebolehannya dalam
mengeksplore musik daerah (as info dia lumayan pinter nembang), pattern beat
masih relatif sederhana mungkin bisa dipadatkan menjadi fastbeat, bahasa tubuh
yang cukup hiperaktif menjadi nilai tambah, namun masih kurang menantang
lawannya.
- Seno dari Solo:
Beat yang rumit dan susunan ketukan yang
relatif aneh menjadi nilai plus, namun bisa dipertimbangkan apabila juga bisa
memodif beat lawan, sudah mulai berani memberi joke saat ngebeat, bahasa tubuh
relatif itu2 saja, mungkin bisa sedikit aktif.
- Ucup dari Klaten:
Dia seperti Rendy Jerk dalam versi
beatbox, beatnya seringkali dicampur dengan joke yang jorok, skill sebenarnya
masih bisa berkembang namun harus lebih berani mengeksplore lagi. Sedikit catatan tambahan lagi, sebagai seorang panutan dalam komunitasnya, seharusnya bisa lebih memberi contoh attitude yang bisa ditiru dengan lebih baik lagi.
- Ramon dari Jogja:
Pertama kali ikut battle dengan gaya
oldskul'nya, terakhir kali waktu final mengalami stuck dan pasrah dengan fuck
originality'nya, belum bisa banyak komentar karena baru melihat pertama kali
doi ikut battle, bahasa tubuh cenderung kalem dan rada gugup karena tak jarang
menutup mata.
- Mario dari Jogja:
Fastbeatnya di scene Jateng DIY tak
perlu diragukan, namun kelemahan utama pada power, bahasa tubuhnya masih kaku
mungkin bisa lebih menantang lawan juga pada sisi beatnya.
- Galih dari Jogja:
Relatif memiliki banyak efek dibanding
beatboxer lainnya, namun terlalu terpaku pada melodi atau pattern yang
cenderung sama pada setiap battlenya, harus lebih variatif lagi, bahasa tubuh
kalem tapi cukup menantang lawannya.
- Arba dari Wonosobo:
Sang juara, yang terbaik namun ada
beberapa sisi yang perlu dibenahi, pattern2nya relatif hampir mirip semua, yang
membedakan mungkin hanya melodi saja, terlalu ke-eropa-an, terlebih apabila
ingin berkompetisi di level nasional (mungkin juga di internasional) seharusnya
memberikan warna lokal pada ciri khas beatboxnya, power atau mungkin tingkat
kebulatan pada saat melakukan fastbeat relatif masih kurang, bahasa tubuh masih
cenderung kalem dan kurang menantang.
Demikian sebuah pendapat sotoy saya melihat perkembangan
beberapa teman yang kemarin ikut battle, mohon maaf apabila kurang berkenan,
selebihnya saya hanya ingin mengutarakan pendapat saja, big up and all love to
you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar